Jumat, 25 Maret 2011

Apa? Nuklir Di Jepara?

Ledakan Fukushima Menguatkan Warga Menolak PLTN Muria

Nusantara / Rabu, 16 Maret 2011 10:13 WIB
Metrotvnews.com, Jepara: Ledakan reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima menyusul gempa dan tsunami di Jepang, kian memicu penolakan warga atas pendirian PLTN Muria di Jepara, Jawa Tengah. Hari ini, Rabu (16/3), warga kembali turun ke jalan menolak keras pembangunan PLTN itu.

Aksi digelar warga Desa Balong, Kecamatan Kembang, Jepara. Aksi kali ini lebih gencar. Warga memasang spanduk berisi penolakan keras pendirian PLTN Muria di desa mereka, di setiap sudut desa.

Sebelumnya pada tahun 2008, warga telah menyegel dengan bangunan tembok di bangunan milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang dipergunakan untuk penelitian. Warga khawatir akan dampak radiasi dan ancaman limbah bocor jika tenaga nuklir benar-benar digunakan untuk pembangkit listrik.

Melalui Persatuan Warga Desa Balong, warga berharap pemerintah lebih bijak dengan memanfaatkan sumber energi lainnya yang ada di Indonesia. Pemanfaatan energi  bumi, seperti tenaga matahari, panas bumi atay gelombang air laut dinilai lebih ramah lingkungan.(Adi Widharyanto/DSY)


Tapak PLTN Bakal Dipindah
Monday, 21 March 2011
JEPARA– Lokasi tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang selama ini disebut-sebut bakal didirikan di Ujung Lemah Abang, Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara bakal dipindah ke luar Jawa. 

Bupati Jepara Hendro Martojo mengatakan, hingga kini memang belum ada kepastian jadi atau tidaknya pembangunan PLTN Balong. Namun, pihaknya menangkap sinyal bahwa rencana pendirian PLTN Balong kemungkinan besar tidak jadi direalisasikan. Sinyal tersebut, kata Hendro, di antaranya seperti adanya surat dari pihak Batan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang akan menyerahkan beberapa gedung yang selama ini dijadikan sebagai tempat penelitian kepada pihak Desa Balong.

Saat ini,Pemkab Jepara sudah berkirim surat kepada pihak BATAN terkait prosedur yang harus dilakukan seiring proses penyerahan gedung penelitian tersebut. Sinyal lainnya berupa studi banding dari DPRD Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung ke Pemkab Jepara beberapa waktu lalu. Dalam kunjungan kerja terungkap bahwa para wakil rakyat ingin mendalami soal seluk beluk pembangunan PLTN. Di kawasan Bangka Selatan ini, BATAN telah menggelar survei di dua lokasi yang berbeda.

Rencananya, jika tidak perubahan, proses pembangunan PLTN di kawasan ini akan dimulai pada 2012 mendatang. Dipilihnya kawasan ini, karena selain diyakini bebas dari ancaman gempa, juga aman dari gunung api,sismatektonik termasuk juga tsunami.”Terus beberapa waktu lalu juga ada kunjungan dari Dewan Energi Nasional (DEN). Ini sinyal apa saya kira semua orang bisa menafsirkannya. Kemungkinan PLTN Balong Jepara memang rencana proyek masa lalu.

Kemungkinan memang bergeser ke Bangka Belitung itu,” kata Hendro kemarin. Menurut Bupati,selama ini Pemkab Jepara memang cenderung netral terkait rencana pembangunan PLTN Balong. Sebab, di satu sisi pemkab bagian dari pemerintahan di negeri ini.Namun di sisi lain juga mewakili kepentingan masyarakat yang ada di Bumi Kartini. Selain itu, sejak dimulainya proses penelitian dan pemilihan calon lokasi tapak pembangunan PLTN pada era 1970-an hingga sekarang Pemkab Jepara belum pernah menerima satu surat pun yang secara implisit menyatakan kalau PLTN akan dibangun di Jepara.

”Sejauh ini kita belum pernah menerima surat yang secara jelas ngomong soal nuklir di Jepara.Makanya hingga sekarang kami lebih banyak diam,”jelasnya. Sementara itu, Sekretaris Masyarakat Reksa Bumi (Marem) Suparmin Keceng menilai kabar tentang pemindahan lokasi tapak PLTN dari Jepara ke Bangka Belitung tak lebih hanya sekedar akal-akalan Batan dan elemen yang pro PLTN.

Marem menangkap sinyal bahwa rencana pembangunan PLTN Balong masing tetap akan berjalan sesuai rencana. Sejumlah sinyal tersebut seperti masih adanya sosialisasi dari BATAN dan pihak terkait tentang keamanan PLTN di Jepara.Tak hanya itu, Batan juga menggunakan suara dari MUI Jepara dan Kudus untuk lebih meyakinkan masyarakat.

”Elemen yang kontra PLTN harus tetap waspada. Ini bisa jadi tipu muslihat mengalihkan perhatian saja. Faktanya MUI Jepara malah akan menerbitkan buku fiqih PLTN,” tuding Keceng. Jika tetap dibangun di Jepara, dia khawatir dampak negatifnya terlalu besar.Selain dekat penduduk juga banyak situs peradaban yang akan hilang jika PLTN tersebut meledak. ”Kasihan penduduk yang tidak tahu apa-apa hanya kena dampak negatifnya,” tandasnya. 

Tak Setuju PLTN, Masyarakat Ajukan Keberatan Lewat Amdal

Jakarta, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gusti M Hatta  menyatakan, masyarakat sekitar rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di kawasan Semenanjung Muria berkesampatan untuk protes jika tidak setuju pembangunan tersebut lewat Analisa Dampak Lingkungan (Amdal).
Hal itu diungkapkan Meneg LH di Jakarta kemarin menanggapi polemik pembangunan PLTN di Muria. Dikatakan, para pengelola harus memerhatikan gejolak dan keinginan masyarakat. Soalnya, sesuai dengan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, mensyaratkan bahwa jika ada kegiatan yang memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan maka harus memiliki Amdal.
Sebelum PLTN dibangun membutuhkan Amdal, dan  masyarakat berkesampatan untuk protes jika tidak setuju pembangunan tersebut lewat Amdal. “Ini (Amdal) harus diperhatikan. Karena itu, akhir-akhir Kemen LH sedang mengevaluasi para pemiliki sertifikat Amdal,” kata Gusti M Hatta.
Lebih jauh dikatakan, masyarakat harus merubah mindset atau cara pandang tentang nuklir. Energi alternatif tersebut diakui terbilang aman dan bersih emisi apabaila dibandingkan energi lain. “Energi nuklir cukup aman dan bersih. Lantaran tidak menghasiikan gas emisi,”kata tambahnya disela-sela Rapat Koordinasi Regional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Rakoreg) Ekoregion Jawa di Yogjakarta.
Mengapa terbilang aman, dijelaskan Gusti M Hatta, pembangunan PLTN itu harus melalui kajian yang cukup lama yakni kurang lebih enam (6) tahun. Pemilihan lokasi pembangunannya juga harus melihat aspek geografi. Seperti harus di tempat yang tidak rawan gempa bumi. “Di Kalimantan cukup aman. Karena jarang gempa,” ujarnya.
Selain itu, sambungnya, harus tersedia pakar-pakar yang menguasai nuklir. Begitu pula harus ada  bahan baku nuklir.  Diakuinya, untuk pembangunan PLTN membutuhkan biaya yang cukup besar yakni Rp 10 triliun. Namun, saat sudah berproduksi dan menghasilkan energi listrik justeru akan menguntungkan masyarakat. “Energi ini sangat murah untuk masyarakat,” paparnya.
Menurut Guru Besar Universitas Lambungmangkurat itu, ketakutan masyarakat itu dilatarbelakangi oleh peristiwa dijatuhkannya Bom Nuklir Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia Ke 2 dan terbakarnya lapisan pelindung PLTN Fukusima, Jepang, oleh gelombang Tsunami pada 11 Maret 2011 Karena itu, menurut dia, apabila pembangunan PLTN jadi dilaksanakan maka yang harus dilakukan adalah memersiapkan mental masyarakat. “Harus ada persiapan mental di masyarakat,” katanya. Sumber: suaramerdeka
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar